Sumber Cerita: Oleh Mujinem (Bobo No. 40/XXVII)
Hari yang
cerah. Raja Mahendra pergi ke hutan untuk menguji kemampuannya berburu. Ia
melarang para pengawal mengikutinya masuk ke hutan. Di tengah hutan, tampak
seekor kijang asyik makan rumput. Raja Mahendra langsung membidik anak
panahnya.
Ah, kijang
itu berhasil melarikan diri. Raja Mahendra mengejarnya. Namun ia terperosok
masuk ke lubang yang cukup dalam. Ia berteriak sekeras-kerasnya memanggil para
pengawal. Namun suaranya lenyap ditelan lebatnya hutan. Selagi Raja Mahendra
merenungi nasibnya, ia terkejut melihat seseorang berdiri di tepi lubang.
“Hei! Siapa
kau?” tanya Raja. Orang itu tak menjawab. “Aku Raja Mahendra! Tolong naikkan
aku!” pintanya dengan nada keras. “Tidak!” jawab orang itu. Raja menjadi geram.
Ia ingin memanah orang itu. Namun sebelum anak panah melesat, orang itu lenyap.
Tak lama kemudian, jatuhlah seutas tali. Raja mengira itu pengawalnya. Namun,
ternyata orang tadi yang melempar tali.
“Jadi kau mau menolongku?”
“Tidak!” jawabnya lagi. Raja
menjadi bingung. Katanya tidak, mengapa memberi tali? Apa boleh buat, yang
penting orang itu mau menolongnya. Raja Mahendra berhasil naik. Ia mengucapkan
rasa terima kasih.
“Maukah kau kubawa ke kerajaan?”
tawar Raja.
“Tidak!” jawab si penolong.
“Kalau tidak mau, terimalah
beberapa keping emas.”
“Tidak!” jawabnya lagi, tetapi
tangannya siap menerima.
Akhirnya Raja
Mahendra sadar, bahwa orang itu hanya bisa bicara satu kata. Yaitu tidak. Walau
berkata tidak, orang itu dibawa juga ke kerajaan. Sampai di kerajaan Raja
Mahendra memanggil Patih.
“Paman Patih, tolong berikan
pekerjaan pada “manusia satu kata” ini. Ia hanya bisa berkata, tidak.”
“Mengapa paduka membawa orang yang amat bodoh ini?”
“Mengapa paduka membawa orang yang amat bodoh ini?”
“Walau bodoh, ia telah
menolongku ketika terperosok lubang.” Patih berpikir keras. Pekerjaan apa yang
sesuai dengan orang ini.
Setelah
merenung beberapa saat, Patih tersenyum dan berkata, “Paduka kan bermaksud
mengadakan sayembara untuk mencari calon suami bagi sang putri. Tetapi sampai
kini Paduka belum menemukan jenis sayembaranya.”
“Benar Paman
Patih, aku ingin mempunyai menantu yang sakti dan pandai. Tetapi apa
hubungannya hal ini dengan sayembara?”
“Peserta yang telah lolos ujian
kesaktian, harus mengikuti babak kedua. Yaitu harus bisa memasuki keputren
dengan cara membujuk penjaganya.”
“Lalu, siapa yang akan dijadikan
penjaga keputren?”
“manusia satu kata itu, Paduka.”
“Lho, ia amat bodoh. Nanti acara
kita berantakan!”
“Percayalah pada hamba, Paduka.”
Pada hari
yang ditentukan, peserta sayembara berkumpul di alun-alun. Mereka adalah raja
muda dan pangeran dari kerajaan tetangga. Di babak pertama, kesaktian para
peserta diuji. Dan, hanya tiga peserta yang berhasil.
Ketiganya
lalu dibawa ke depan pintu gerbang keputren. Patih memberi penjelasan pada
mereka. Nampaknya mudah. Mereka hanya disuruh membujuk penjaga keputren
sehingga dapat masuk keputren.
Peserta hanya
boleh mengucapkan tiga pertanyaan.
“Penjaga yang baik. Bolehkah aku
masuk keputren?” tanya peserta pertama.
“Tidak!” jawab si “manusia satu
kata”.
“Maukah kuberi emas sebanyak kau
mau, asal aku diperbolehkan masuk?”
“Tidak!”
“Tidak!”
Pertanyaan
tinggal satu.
“Kau akan kujadikan Senopati di
kerajaanku, asal aku boleh masuk.”
“Tidak!” ujar si “manusia satu kata”.
Peserta
pertama gugur. Ia mundur dengan lemah lunglai. Peserta kedua maju. Ia telah
menyusun pertanyaan yang dianggapnya akan berhasil,
“Penjaga, kalau aku boleh masuk
keputren, kau akan kunikahkan dengan adikku yang cantik. Setuju?” pertayaan
pertama peserta kedua.
“Tidak!”
“Separoh kerajaan kuberikan padamu, setuju?”
“Separoh kerajaan kuberikan padamu, setuju?”
“Tidak!”
“Katakan apa yang kau inginkan, asal aku boleh masuk.”
“Katakan apa yang kau inginkan, asal aku boleh masuk.”
“Tidak!”
Peserta kedua
pun mundur dengan kecewa. Mendengar percakapan dua peserta yang tak mampu masuk
keputren, Raja Mahendra tersenyum puas. Pandai benar patihku, katanya dalam
hati.
Peserta terakhir maju.
Peserta terakhir maju.
Semua
penonton termasuk Raja Mahendra memperhatikan dengan seksama. Raja muda itu
tampak percaya diri. Langkahnya tegap penuh keyakinan.
“Wahai
penjaga keputren, jawablah pertanyaanku baik-baik. Tidak dilarangkah aku masuk
keputren?” tanyanya dengan suara mantap. Raja Mahendra, Patih, dan penonton
terkejut dengan pertanyaan itu.
Dengan mantap pula penjaga
menjawab.
“Tidak!” Seketika itu
sorak-sorai penonton bergemuruh, mengiringi kebehasilan peserta terakhir. Si
raja muda yang gagah lagi tampan. Raja Mahendra sangat senang dengan
keberhasilan itu. Calon menantunya sakti dan pandai.
Sayembara
usai. “”manusia satu kata” berjasa lagi pada Raja Mahendra. Ia dapat menyeleksi
calon menantu yang pandai. Walau bodoh, Raja Mahendra tetap mempekerjakannya
sebagai penjaga keputren.







0 komentar:
Posting Komentar